BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang
biasa disebut gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit
kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian
akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan
yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal
jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di
rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan
secara optimal (R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang
lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini
dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti:
hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga
dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.
1.2
Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari
penyakit CHF
2. Untuk mengetahui etiologi dari
penyakit CHF
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari
penyakit CHF
4. Untuk mengetahui diagnose
keperawatan yang timbul pada penyakit CHF
1.3
Rumusan Masalah
2.1 Apakah definisi dari penyakit CHF?
2.2 Bagaimanakah etiologi dari penyakit
CHF?
2.3 Bagaimanakah patofisiologi dari
penyakit CHF?
2.4 Apa sajakah pemeriksaan diagnostic
pada penderita CHF?
2.5 Apa sajakah diagnose yang timbul
pada penyakit?
BAB 2
PEMBAHASAN
\
2.1
Defenisi Congestive Heart Failure (CHF)
Menurut Doengoes (2000) pengertian gagal jantung kongestif adalah
kegagalan ventrikel kiri dan atau kanan dari jantung yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memberikan cardiac output yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik (Pangastuti,
2009).
Gagal jantung adalah kondisi patofisiologis dimana jantung
mengalami abnormalitas fungsi (dapat dideteksi atautidak), sehingga gagal untuk
memompa darah dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Gagal
jantung juga bisa disebabkan kegagalan miokardial, bisa pula terjadi pada
jantung dengan fungsi mendekati normal tapi dalam kondisi permintaan sirkulasi
yang tinggi (Ethical Digest, 2006).
Klasifikasi
gagal jantung :
1. Gagal jantung akut -kronik
a. Gagal jantung akut terjadinya secara
tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadinya
secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis.
Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel
sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
a. Gagal jantung kiri, terjadi karena
ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan
kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral.
b. Gagal jantung kanan, disebabkan
peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama
sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki,
asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
a. Sistolik terjadi karena penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah
akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
b. Diastolik karena ketidakmampuan
ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output
turun.
2.2
Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari
segala jenis penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme
fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan
gagal jantung melalui penekanana sirkulasi yang mendadak dapat berupa :
aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan
yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak
saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga
terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
2.3 Patofisiologi
CHF
terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang memengaruhi
kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi relaksasi)
jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk
menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal
jantung berespons terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi
neurohormonal kritis yang efek gabungannya memperberat dan memperlama sindrom
yang ada.
Sistem renini angiotensinf aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan perifer dan volume darah
sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada perubahan struktural
miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan kardiomiopati hipertropik
hipertensif. Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan kematian sarkomer,
kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit
dan sarkomer yang tidak dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung,
dan pembentukan jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut
memberikan gambaran hemodinamik dan simtomatik pada CHF.
Sistem saraf simpatis (SNS):
Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan tahanan perifer dengan
peningkatan kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi oksigen oleh
miokardium, dan peningkatan risiko aritmia. Katekolamin juga turut menyebabkan remodeling
ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit, induksi apoptosis
miosit, dan peningkatan respons autoimun. Vasodilator endogen, seperti
endotelin dan oksida nitrat, peptida jantung, dan peptida natriuretik: Perannya
dalam CHF sedang diselidiki dan intervensinya sedang diuji. Sitokin imun dan
inflamasi: Faktor nekrosis tumor alfa (TNFa) dan interleukin 6 (IL-6)
menyebabkan remodeling ventrikel dengan apoptosis miosit, dilatasi ventrikel,
dan penurunan kontraktilitas. Lebih lanjut, mereka juga berperan dalam efek
sistemik seperti :
a.
Kejadian etiologi awal
memengaruhi respons awal miokardium, tetapi seiring dengan perkembangan
sindrom, mekanisme umum mulai muncul sehingga pasien CHF
lanjut memperlihatkan gejala dan respons yang sama terhadap intervensi
farmakologis.yang.sama.apapun.penyebab.awal.CHF-nya.
b.
Meskipun banyak pasien
mengalami disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik, kategori ini
sebaiknya dianggap sebagai hal yang berbeda untuk dapat memahami efeknya
terhadap homeostasis sirkulasi dan responsnya terhadap berbagai intervensi.
1)
Disfungsi.ventrikel.kiri.sistolik
a.
Penurunan curah jantung akibat
penurunan kontraktilitas, peningkatan afterload, atau peningkatan preload yang
mengakibatkan penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan volume akhir diastolik
ventrikel kiri (LVEDV). Ini meningkatkan tekanan akhir diastolik pada ventrikel
kiri (I-VEDP) dan menyebabkan kongesti vena pulmonal dan edema paru.
b.
Penurunan kontraktilitas
(inotropi) terjadi akibat fungsi miokard yang tidak adekuat atau tidak
terkoordinasi schingga ventrikel kiri tidak dapat melakukan ejeksi lebih dari
60% dari volume akhir diastoliknya (LVEDV). lni menyebabkan peningkatan
bertahap LVEDV (juga dinamakan preload) mengakibatkan peningkatan LVEDP dan
kongesti vena pulmonalis. Penyebab penurunan kontraktilitas yang tersering
adalah penyakit jantung iskemik, yang tidak hanya mengakibatkan nekrosis
jaringan miokard sesungguhnya, tetapi juga menyebabkan remodeling ventrikel
iskemik. Remodeling iskemik adalah sebuah proses yang sebagian dimediasi oleh
angiotensin II (ANG II) yang menyebabkan jaringan parut dan disfungsi sarkomer
di jantung sekitar daerah cedera iskemik. Aritmia jantung dan kardiomiopati
primer seperti yang disebabkan olch alkohol, infeksi, hemakromatosis, hipertiroidisme,
toksisitas obat dan amiloidosis juga menyebabkan penurunan kontraktilitas.
Penurunan curah jantung mengakibatkan kekurangan perfusi pada sirkulasi
sistemik dan aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA, menyebabkan
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan afterload.
c.
Peningkatan afterload berarti
terdapat peningkatan tahanan terhadap ejeksi LV. Biasanya disebabkan oleh
peningkatan tahanan vaskular perifer yang umum terlihat pada hipertensi. Bisa
juga diakibatkan oleh stenosis katup
aorta. Ventrikel kiri berespon terhadap peningkatan beban kerja ini dengan
hipertrofi miokard, suatu respons yang meningkatkan massa otot ventrikel kiri
tetapi pada saat yang sama meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada
ventrikel kiri. Suatu keadaan kelaparan energi tercipta sehingga berpadu dengan
ANG II dan respons neuroendokrin lain, menyebabkan perubahan buruk dalam miosit
seperti semakin sedikitnya mitokondria untuk produksi energi, perubahan ekspresi
gen dengan produksi protein kontraktil yang abnormal (aktin, miosin, dan
tropomiosin), fibrosis interstisial, dan penurunan daya tahan hidup miosit.
Dengan berjalannya waktu, kontraktilitas mulai menurun dengan penurunan curah
jantung dan fraksi ejeksi, peningkatan LVEDV, dan kongesti paru.
d.
Peningkatan preload berarti
peningkatan LVEDV, yang dapat disebabkan langsung oleh kelebihan volume
intravaskular sama seperti yang terlihat pada infus cairan intra vena atau
gagal ginjal. Selain itu, penurunan fraksi ejeksi yang disebabkan oleh
perubahan kontraktilitas atau afterload menyebabkan peningkatan LVEDV sehingga
meningkatkan preload. Pada saat LVEDV meningkat, ia akan meregangkan jantung,
menjadikansarkomer berada pada posisi mekanis yang tidak menguntungkan sehingga
terjadi penurunan kontraktilitas. Penurunan kontraktilitas ini, yang
menyebabkan penurunan fraksi ejeksi, menyebabkan peningkatan LVEDV yang lebih
lanjut, sehingga menciptakan lingkaran setan perburukan gagal jantung.
e.
Jadi, pasien dapat memasuki
lingkaran penurunan kontraktilitas, peningkatanafterload, dan peningkatan
preload akibat berbagai macam alasan (mis., infark miokard [MI], hipertensi,
kelebihan cairan) dan kemudian akhimya mengalami semua keadaan hemodinamik dan
neuro-hormonal CHF sebagai sebuah mekanisme yang menuju mekanisme lainnya.
2)
Disfungsi.ventrikel.kiri.diastolik
a.
Didefinisikan sebagai kondisi dengan temuan
klasik gagal kongestif dengan fungsi diastolik abnormal tetapi fungsi sistolik
normal; disfungsi diastolik mumi akan dicirikan dengan tahanan terhadap
pengisian ventrikel dengan peningkatan LVEDP tanpa peningkatan LVEDV atau
penurunan curah jantung.
b.
Tahanan terhadap pengisian
ventrikel kiri terjadi akibat relaksasi abnormal (lusitropik) ventrikel kiri
dan dapat disebabkan oleh setiap kondisi yang membuat kaku miokard ventrikel
seperti penyakit jantung iskemik yang menyebabkan jaringan parut, hipertensi
yang mengakibatkan kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati restriktif, penyakit
katup atau penyakit perikardium.
c.
Peningkatan denyut jantung
menyebabkan waktu pengisian diastolik menjadi berkurang dan memperberat gejala
disfungsi diastolik. Oleh karena itu, intoleransi terhadap olahraga sudah
menjadi umum.
d.
Karena penanganan biasanya
memerlukan perubahan komplians miokard yang sesungguhnya, efektivitas obat yang
kini tersedia masih sangat terbatas. Penatalaksanaan terkini paling berhasil
dengan penyekat beta yang meningkatkan fungsi lusitropik, menurunkan denyut
jantung, dan mengatasi gejala. Inhibitor ACE dapat membantu memperbaiki
hipertrofi dan membantu perubahan struktural di tingkat jaringan pada pasien
dengan remodeling iskemik atau hipertensi.
BEBAN VOLUME BERLEBIHAN
|
BEBAN
SISTOLIK MENINGKAT
|
BEBAN TEKANAN BERLEBIHAN
|
DISFUNGSI
MIOKARD
|
KONTRAKTILITAS
|
BEBAN SYSTOLE
|
HAMBATAN PENGOSONGAN VENTRIKEL
|
COP
|
BEBAN JANTUNG MENINGKAT
|
PRELOAD
|
CHF
|
GAGAL
JANTUNG KANAN
|
GAGAL
POMPA VENTRIKEL KANAN
|
FORWARD FAILURE
|
SUPLAI DARAH KEJARINGAN
|
NUTRISI & O2 SEL
|
METABOLISME SEL
|
LEMAH & LETIH
|
INTOLERANSI
AKTIFITAS
|
RENAL FLOW
|
PELEPASAN RAA
|
RETENSI Na & AIR
|
EDEMA
|
KELEBIHAN
VOLUME CAIRAN
|
BACK
WARD FAILURE
|
TEKANAN VENA PULMO
|
TEKANAN KAPILER PARU
|
EDEMA
PARU
|
Gg. PERTUKARAN GAS
|
BEBAN
VENTRIKEL KANAN
|
HYPERTROPY
VENTRIKEL KANAN
|
PENYEMPITAN
LUMEN VENTRIKEL KANAN
|
TEKANAN
DIASTOLE
|
BENDUNGAN ATRIUM KANAN
|
BENDUNGAN VENA SISTEMIK
|
LEIN
|
HEPAR
|
SPIROMEGALI
|
HEPATOMEGALI
|
MENDESAK
DIAGFRAGMA
|
SESAK NAFAS
|
POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF
|
COP
|
GAGAL POMPA VENTRIKEL KIRI
|
2.4
Pemeriksaan diagnostic
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial
atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.mengetahui
adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi pentyakit katub jantung.
2. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran
jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan
dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
3. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan
fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
4. Kateterisasi jantung; Tekanan
abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan
dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
5. Elektrolit; mungkin berubah karena
perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
6. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen
mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
7. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai
alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan
karbondioksida.
8. Enzim jantung; meningkat bila
terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin
fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
2.5 Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;
·
Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia,
perubahan gambaran pola EKG
·
Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
·
Bunyi ekstra (S3 & S4)
·
Penurunan keluaran urine
·
Nadi perifer tidak teraba
·
Kulit dingin kusam
·
Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring
lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan
tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. Ditandai dengan :
Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat
badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan
perfusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan
belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode
GJK yang dapat dicegah.
\
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Chronik Heart Failure
(CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah ke seluruh jaringan. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung
kronik dan akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung
sistolik-diastolik. Mekanisme
fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Masalah-masalah Keperawatan yang biasanya muncul
pada pasien CHF meliputi: penurunan curah jantung, Intoleransi aktifitas cemas.
Gagal
jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongestif maupun didapat. Faktor-fktor yang dapat memicu perkembangan gagal
jantung melalui penekanana sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia,
infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Pemeriksaan
diagnostik yang dapat dilakukan : EKG, rontgen dada, scan jantung, kateterisasi
jantung, elektrolit, oksimetri nadi, AGD, enzim jantung.
3.2 Saran
Kami
harap setelah membaca makalah ini para mahasiswa dapat mengerti maksudnya. Dan
dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dan makalah ini bisa untuk menambah
wawasan para mahasiswa. Kami harap para mahasiswa yang membaca makalah ini
dapat memberikan sarannya, agar kami dapat memberbaiki dan menyempurnakan
makalah ini. Karena kritik dan saran anda adalah pembangun untuk makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Proses Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Departemen Kesehatan.1996. Jakarta: EGC
2. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Volume 2. Barbara Engran.1998. Jakarta: EGC
3. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner&Suddarth/editor,Suzanne C. Smeltzer.Brenda G.Bare.alih bahasa,
Agung Waluyo…[et al.];editor edisi bahasa Indonesia,Monica Ester…[et
al.].-Ed.8.-Jakarta:EGC,2001
4. Keperawatan Medikal Bedah. J.Charles
Reeves dkk.2001. Jakarta:Salemba Merdeka
5. Kapita Selekta Kedokteran. Editor,
Mansjoer Arif…[et al.].—Ed.3,cet.1.—Jakarta: Media Aescupulapius,2000.
6. Patofisiologi:Konsep klinis
proses-proses penyakit.Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson;alih
bahasa, Brahm U.Pendit…[et.al.];editor edisi bahasa Indonesia,Huriawati
Hartanto…[et al.].-Ed.6-Jakarta:EGC,2005
7. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Lynda Juall Carpenito. Editor edisi bahasa Indonesia,Monica
Ester.-Ed.8-Jakarta:EGC,2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar