KONSEP DASAR
1.
Anatomi Sinus
Paranasal
Ada empat
pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi
tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus
mempunyai muara ke rongga hidung.
Secara
embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan
sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak
yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia
8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus
ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.
A.
Sinus Maksila
Sinus maksila
merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8
ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila
berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila
yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding
superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris
dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi
sinus maksila adalah
1. Dasar dari
anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan
gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis
maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus
maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang baik,
lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau
alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitus.
B.
Sinus Frontal
Sinus frontal
yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal
dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah
lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai
ukuran maksimal sebelum usia 20 thn.
Sinus frontal
kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan
dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang
dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya
tidak berkembang.
Ukurannya sinus
frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus
frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya
gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen
menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang
relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari
sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdraenase
melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus
frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.
C.
Sinus Etmoid
Dari semua
sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya
di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4
cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid
berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka
media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17
sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus
etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil
dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus
etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak
di postero-superior dari perlekatan konka media.
Di bagian
terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut
infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan
di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di
infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.
Atap sinus
etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus
etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan
dengan sinus sfenoid.
D.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid
terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn
tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5
ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os
sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai
indentasi pada dinding sinus etmoid.
Batas-batasnya
ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di
sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
2.
DEFINISI
Sinusitis
merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lender sinus
paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau
kerusakan tulang dibawahnya. Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat
pada tulang-tulang di wajah. Terdiri dari sinus frontal (di dahi), sinus etmoid
(pangkal hidung), sinus maksila (pipi kanan dan kiri), sinus sphenoid (di
belakang sinus etmoid). (Efiaty,2007)
3.
ETIOLOGI
Sinus
paranasal salah satu fungsinya adalah menghasilkan lender yang dialirkan
kedalam hidung, untuk selanjutnya dialirkan kebelakang kearah tenggorokan untuk
ditelan ke saluran pencernaan. Semua keadaan yang mengakibatkan tersumbatnya
aliran lendir dari sinus ke rongga hidung akan menyebabkan terjadinya
sinusitis. Secara garis besar penyebab sinusitis ada 2 macam ,yaitu:
a. Factor local adalah semua kelainan
pada hidung yang dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan ;antara lain infeksi,
alergi, kelainan anatomi, tumor, benda asing ,iritasi polutan dan gangguan pada
mukosilia ( rambut halus pada selaput lendir).
b. Factor sistemik adalah keadaan di
luar hidung yang dapat menyebabkan sinusitis; antara lain gangguan daya tahan
tubuh (diabetes, AIDS) ,penggunaan obat-obatan yang dapat mengakibatkan
sumbatan hidung.
4.
MANIFESTASI KLINIS
a. Hidung tersumbat
b. Nyeri didaerah sinus
c. Sakit kepala
d. Hiposmia /anosmia
e. Halitosis
f.
Post
nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak
5. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Pemeriksaan transilumasi (untuk sinus maksila dan sinus
frontal)
Untuk
mengetahui daerah gelap yang tampak pada daerah infraorbita, berarti antrum
terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam
antrum.
b. Pemeriksaan
radiologi
Bila dicurigai adanya kelainan di
sinus para nasal, maka dilakukan pemeriksaan radiologi.
c. Pemeriksaan
histopatologik
Dari jaringan yang diambil pada
waktu dilakukan sinuskopi
d. Sinoskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila
menggunakan ensdoskopi, dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada
sekret, polip, jaringan granulasi.
e.
Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya meatus medinus dan
meatus superior.
6.
PENATALAKSANAAN
Diberikan terapi medika mentosa
berupa antibiotik selama
10-14hari,namun dapat
diperpanjang sampai semua gejala hilang.antibiotik dipilih yang mencakup
anerob,seperti penisilinV.klidamisin atau augmentin merupakan pilihan yang
tepat bila penisilin tidak efektif.jika dalam 48-72jam tidak ada perbaikan
klinis diganti dengan antibiotik untuk kuman yang menghasilkan beta
laktamase,yaitu amoksisilin atau ampisilin dikombinasikan dengan asam
klavulanat.steroid nasal topikal seperti beklometason berguna sebagai
antiinflamasi dan antialergi.Diberikan pula dekongestan untuk memperlancar drainase
sinus.dapat diberikan sistemik maupun topikal.khusus yang topikal harus
dibatasi selama 5hari untuk menghindari terjadinya rinitis medika mentosa.Bila
perlu,diberikan analgesik untuk menghilangkan nyeri;mukolitik untuk
mengencerkan sekret,meningkatkan kerja silia,dan merangsang pemecahan
fibrin.Bila perlu dilakukan diatermi.diatermi dilakukan dengan sinar gelombang
pendek sebanyak 5-6kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi
sinus.jika belum membaik,dilakukan pencucian sinus.Terapi radikal dilakukan
dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase sinus yang
terkena.untuk sinus maksila dilakukan operasi Cald well-Luc,sedangkan untuk
sinus etmoid dilakukan edmoidektomi dari intranasal atu ekstra nasal.pada
sinusitis frontal dilakukan secara intra nasal atau ekstra nasal (opersi
killian).drainase sinus sfenoid dilakukan secara intranasal.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
A. Sistem Muskolosekeletal
1) Pergerakan sendi dan tulang dapat
digerakkan secara normal.
2) Inspeksi (pada bagian luar)
-
Perhatikan
bentuk tulang hidung
-
Amati
jika ada perubahan warna dan bengkak
3) Palpasi
-
Amati
jika ada rangsangan nyeri
Skala
nyeri : 0 – 3 (ringan)
4 – 7 (sedang)– 10
(berat)
-
Adakah
krepitasi pada tulang hidung (lakrimaris)
B. Sistem Penglihatan
Pergerakan bola mata kadang-kadang
dirasakan nyeri pada bola mata atau dibelakangnya dan nyeri akan bertambah bila
mata digerakkan .
C. Sistem Pernafasan :
1) Inspeksi : Amati, jika ada pembengkakan di daerah sekitar mata-mata
2) Palpasi
-
Pada
sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri di
seluruh kepala
-
Rasa
nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks,oksipital, di belakang bola mata dan di
daerah mastoid.
3) Adanya gejala telinga, berupa pendengaran
terganggu oleh karena tersumbatnya tuba Eustachius
4) Adanya nyeri/ sakit kepala pada pagi
hari dan akan berkurang di siang hari
5) Gejala saluran napas berupa batuk
dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru berupa asma bronkial sehingga
terjadi penyakit sinobronkitis kadang-kadang gejala sangat ringan hanya
terdapat sekret di nasofaring yang menganggu.
D. Sistem kardiovaskuler:
Biasanya bunyi jantung normal,pola
nadi normal
E. Sistem Persyarafan :
1) Gerakan reflek
tubuh normal dengan GCS 456
2) Sedangkan pada
sistem syaraf (nervus) dipengaruhi oleh saraf penghidu nervus I, offaktorius
jika terjadi kelainan pada sistem penghidu
F. Sistem Pencernaan :
Adanya gejala pada saluran cerna, oleh karena mukopus yang
tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak
G. Sistem
Reproduksi :
Tidak adanya penyakit kelamin, scrotum
normal (laki-laki).
H. Sistem
Perkemihan :
Tidak adanya perubahan pada warna
urine,tidak terdapat Albumin dalam kemih (protein yang terdapat pada jaringan
tubuh).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
2) Nyeri b/d iritasi jalan napas atas
sekunder akibat infeksi.
3) Gangguan komunikasi verbal b/d
iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau pembengkakan.
4) Hipertermia b/d adanya pemajanan
infeksi (kuman)
5) Ansietas b/d kurang informasi
tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya.
3. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
Tujuan: Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.
Tujuan: Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan. Tawarkan
air hangat daripada air dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
2) Ciptakan lingkungan yang lembab
dengan vaporizer ruangan atau menghirup uap.
R/ Mengencerkan sekresi dan mengurangi inflamasi membran mukosa.
R/ Mengencerkan sekresi dan mengurangi inflamasi membran mukosa.
3) Instruksikan posisi yang terbaik,
mis: posisi tegak.
R/ Meningkatkan drainase dari sinus.
R/ Meningkatkan drainase dari sinus.
2. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas
sekunder akibat infeksi.
Tujuan: Nyeri berkurang atau teratasi.
Tujuan: Nyeri berkurang atau teratasi.
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri dengan skala
0-10.
R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
2) Catat lokasi dan faktor-faktor
pencetus nyeri.
R/ Membantu dalam menentukan penanganan/manajemen nyeri dan keefektifan asuhan.
R/ Membantu dalam menentukan penanganan/manajemen nyeri dan keefektifan asuhan.
3) Sarankan pasien untuk istirahat.
R/ Membantu menghilangkan rasa tidak nyaman umum atau demam.
R/ Membantu menghilangkan rasa tidak nyaman umum atau demam.
4) Dorong pasien untuk menggunakan
analgesik, seperti asetaminofen (Tylenol) dengan kodein, sesuai yang
diresepkan.
R/ Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari ‘puncak’ periode nyeri dan kenyamanan/koping emosi.
R/ Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari ‘puncak’ periode nyeri dan kenyamanan/koping emosi.
3. Gangguan komunikasi verbal b/d
iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau pembengkakan.
Tujuan: Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
Tujuan: Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
Intervensi:
1) Tentukan apakah pasien mempunyai
gangguan komunikasi lain, contoh pendengaran, penglihatan, literasi.
R/ Adanya masalah lain akan mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi.
R/ Adanya masalah lain akan mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi.
2) Berikan cara-cara yang cepat dan
kontinu untuk memanggil perawat, contoh lampu/bel pemanggil.
R/ Pasien memerlukan keyakinan bahwa perawat waspada dan akan berespon terhadap panggilan.
R/ Pasien memerlukan keyakinan bahwa perawat waspada dan akan berespon terhadap panggilan.
3) Berikan pilihan cara berkomunikasi
yang tepat bagi kebutuhan pasien, mis:papan dan pensil, magic slate, papan
alfabet/gambar, bahasa isyarat.
R/ Memungkinkan pasien untuk menyatakan kebutuhan/masalah.
R/ Memungkinkan pasien untuk menyatakan kebutuhan/masalah.
4) Instruksikan pasien untuk tidak
berbicara / menghindari pembicaraan sedapat mungkin.
R/ Regangan pita suara lebih lanjut dapat menghambat pulihnya suara dengan sempurna.
R/ Regangan pita suara lebih lanjut dapat menghambat pulihnya suara dengan sempurna.
4. Hipertermia b/d adanya pemajanan
infeksi (kuman)
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh:
peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban
membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat
warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak
tampak.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Anjurkan pasien untuk minum 2 sampai
3 liter cairan sehari (kecuali ada kontraindikasi).
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5. Ansietas b/d kurang informasi
tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada pasien
tentang proses penyakitnya.
R/ Menambah pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
R/ Menambah pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
2) Tekankan pentingnya perawatan oral /
kebersihan gigi.
R/ Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas.
R/ Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas.
3) Instruksikan pasien tentang
pentingnya tindakan kesehatan yang baik, diet yang bergizi, olahraga yang
sesuai, istirahat serta tidur yang cukup.
R/ Mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi pernapasan.
R/ Mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi pernapasan.
4) Instruksikan pasien tentang cara
mencegah infeksi silang pada anggota keluarga ataupun orang lain.
R/ Mencegah penyebaran infeksi.
R/ Mencegah penyebaran infeksi.
4.
EVALUASI
1) Potensi jalan napas dengan cairan sekret
mudah dikeluarkan.
2) Nyeri teratasi atau berkurang.
3) Menyatakan kebutuhan dalam cara yang
efektif.
4) Menunjukkan keseimbangan cairan
dengan parameter individual yang tepat, misalnya : membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
5) Melakukan perubahan pola hidup dan
berpartisipasi dalam program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.